Pengantar Ilmu Hakikat & Ma’rifat
Pro. Dr. H. Abdebakar Acheh
Terbitan CV. Ramadhani
Cetakan Kedua 1992
Penerbit Malaysia = Pustaka Muda
Sesungguhnya, tasawwuf itu adalah inti dari ajaran Islam dan tidak menuntut kita untuk meninggalkan ataupun mengesampingkan kehidupan duniawi ini. Ms 7 Kata Pengantar oleh Ahmad Musta’in Salim MZ.
Nabi Isa pernah berkata : “Alangkah banyaknya pohon kayu tetapi tidak semuanya berbuah. Alangkah banyak buah kayu tetapi tidak semua baik. Alangkah banyaknya ilmu, tetapi tidak semuanya berfaedah.” Ms 15
Dengan demikian, perkataan tariq atau tariqah itu menurut l. Massignon, mempunyai dua pengertian dalam dunia sufi. Pertama dalam abad ke IX dan ke X Masehi bererti CARA PENDIDIKAN akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Kedua sesudah abad ke XI Masehi, tariqah itu mempunyai pengertian SUATU GERAKAN yang lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani dan jasmani dalam segolongan orang-orang Islam menurut ajaran-ajaran dan keyakinan-keyakinan tertentu. Ms 20
Al Bayumi dalam kitabnya ‘Ar-Ruh wa Mahiyatuha’ (Kaherah, 1947 M) menerangkan bahwa roh yang kasar tidak akan sampai apa yang dapat dicapai oleh roh yang sudah suci. Oleh kerana itu orang sufi membuka jalan ke arah kesucian itu, iaitu dengan mengadakan latihan-latihan yang sudah kita kenal dalam tarikat sufi, seperti khalwat dan riyadhah, sehingga roh manusia yang kasar itu meningkat naik ke alamnya yang asli, sehingga terbukalah baginya hijab dan melihatlah dengan kedua belah matanya dengan tubuhnya, mendengar dengan kedua belah telinganya, dan mengetahui dengan perpaduan hati dan akalnya akan ilmu dan ma’rifat itu, maka jelaslah kepadanya, musyahadah, dengan perasaan dan akal sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh perasaan dan akal manusia biasa, tetapi dengan perasaan lain, perpaduan anatar rasa, karsa, cipta dan cinta, yang tidak dapat digambarkan dan tidak dapat diuraikan dengan sesuatu cara duniawi, tetapi semua itu merupakan pembukaan rohani dengan alam malakut.” Ms 29-30
Maka manusia yang sudah sampai ke tempat itu melihat, mendengar, merasa dan mempersaksikan apa yang tidak dapat dikerjakan oleh manusia yang masih tertutup dengan kemanusiaan bikinan tanah, manusia yang masih diselubungi oleh kebendaan, syahwat, dan segala kesibukan dunia yang fana ini. Ms 30
Imam Al-Ghazali mengambil keputusan, bahawa ma’rifat yang yakin bukanlah ma’rifat orang awam, bukanlah ma’rifat yang diperoleh ulama ilmu kalam dan filsafat, tetapi adalah yang ditujunya ma’rifat menurut arti tasawuf, yang berdasarkan azas perasaan, kerohanian dan mukasyafah keTuhanan. Inilah ma’rifat yang pernah dianugerahkan Tuhan dalam hati, jiwa dan kerohanian wali-wali yang khusus, dengan tidak melalui kebenaran ilmu pengetahuan, seperti juga tidak melalui penyelidikan yang lain, tetapi laksana ilmu nubuwwah (ilmu kenabian), yang disindirkan Allah dengan firmanNya : “Kami berikan kepadanya ilmu yang langsung dari Kami.” Ms 38-39;
Adapun yang dinamakan ma’rifat dalam tasawwuf menurut Zun Nun, adalah terbahagi atas tiga macam : Pertama, ma’rifat orang mukmin yang umum. Kedua, ma’rifat ulama ilmu kalam dan ahli filsafat. Ketiga, ma’rifat wali-wali yang khawas dari golongan muqarrabin, yang mengenal Allah itu dengan hati mereka, hal mana lebih tinggi dan lebih istimewa dianggap daripada yakin sahaja. Ms 105
Naksyabandi berkata : “ Tiap-tiap tharikat yang menyalahi syariat adalah kufur, dan tiap-tiap yang tidak berdasarkan Quran dan Sunnah termasuk ilhad dan zindiq.” Ms 134
...bahwa menurut Najmuddin Al-Kubra adalah : “Syariat itu seperti sampan. Tharikat itu seperti lautan, dan hakikat itu seperti mutiara. Maka barangsiapa yang menghendaki memperoleh mutiara, ia lebih dahulu menaiki sampan, kemudian ia masuk ke dalam laut dan kemudian berhasillah ia mencapai mutiara.” Barangsiapa mengurangi susunan tertib ini, pasti ia tidak berhasil mencapai mutiara. Ms 134.
Tadi sudah dikatakan, bahawa orang sufi itu dalam mengenal Allah membahagi empat tingkat. Pertama: athar. Kedua : asma : Ketiga : sifat. Keempat : zat. Ms 146
Cerita ini saya ambil dari kitab Futuhatul Makkiyyah, Jl. II gubahan Ibn Arabi. Syibli berkata : “Saya dan Hallaj minum dari sebuah gelas yang sama, tetapi saya kembali suhu, maka selamatlah saya. Sedang Hallaj tetap dalam keadaan sakar, maka ia mengacau, dipenjarakan dan dibunuh.” Tetapi Hallaj yang dalam ikatan, mendengar ucapan Syibli ini menjawab : “ Demikianlah Syibli mengaku dirinya. Sayang ia tidak tahu. Kalau ia minum apa yang aku minum, pasti ia akan menduduki maqam aku sekarang ini.” Demikian perselisihan paham tentang mahu, suhu dan sakar.” Ms 148
Kesimpulan semua uraian Al-Ghazali itu menunjukkan bahwa ma’rifat yang berdasarkan keyakinan itu bukanlah ma’rifat orang awam, dan bukanlah ma’rifat ulama mutakallimin dan tokoh-tokoh filsafat, tetapi adalah ma’rifat sufi, yang didasarkan atas perasaan roh dan mukasyafah keTuhanan. Ms 154
Dr. Tudjimah menerangkan dalam kitab Percobaannya :Asrar Al-Insan fi Ma’rifa al-Ruh wal Rahman” (Jakarata, 1960), bahwa mungkin Nuruddin dengan kesal meninggalkan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda, karena Iskandar Muda sangat menolong Syamsuddin Al-Sumatrani. Ms 161
Ar-Raniri selanjutnya mentafsirkan “man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa rabbahu”, dengan maksud sebagai berikut : “Siapa yang mengenal dirinya sebagai makhluk, maka ia akan mengenal Tuhannya sebagai yang mencipta; siapa yang mengenal dirinya sebagai fana, ia akan mengenal Tuhannya sebagai baqa’”. Selanjutnya ia memperbandingkan roh dengan Allah. Roh tak dapat diketahui tempat tinggalnya, tetapi terang ia ada. Demikian juga Allah, ia terang ada tetapi tak dapat diketahui di mana Ia bersemayam. Ms 162
Dalam kitabnya “Araraul Insa...” yang menjadi judul juga daripada Kitab Percoabaan Akademi Dr. Tudjimah, Ar-Raniri mengatakan bahwa roh itu dicipta dan orang tak dapat mengetahui bagaimana keadaannya, karena hal ini hanya Allah saja yang mengetahui. Ms 162
Abu Zulfiqar
11 April 2011